Jumat, 24 Agustus 2012

Buaya Terganas

Killer Eye
Buaya-buaya yang mendiami aliran Sungai Mukut di wilayah Kabupaten Banyuasin, umumnya adalah jenis buaya muara bekatak (Crocodylus Porosus)
Buaya ini memiliki panjang tubuh 2-6 Meter (terakhir dilaporkan ada yang 7 Meter), dengan bobot tubuh lebih dari 90 Kilogram. 
Hewan buas ini biasanya hidup di aliran sungai yang keruh. 
Pohon nipah menjadi tempat buaya ini bersarang ataupun berjemur.

Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia, jauh lebih besar dari buaya nil (Crocodylus Niloticus) dan aligator Amerika (Alligator Mississipiensis)
Penyebarannya pun juga terluas di dunia. 
Buaya muara memiliki wilayah perantauan mulai dari perairan Teluk Benggala (Sri Lanka, Bangladesh, India) hingga perairan Polinesia (Kepulauan Fiji dan Vanuatu). 
Sedangkan habitat favorit untuk mereka adalah perairan Indonesia dan Australia.

Hewan ini biasanya hidup berkelompok dan menunggu mangsa di muara-muara atau pertemuan satu sungai dengan sungai lainnya. 
Buaya akan mendekati bibir sungai ketika air mulai pasang. 
Indera penciumannya cukup tajam, apalagi kalau yang berbau anyir darah. 
Jump...
Buaya ini biasa keluar dari sarang pada sore hingga malam hari untuk mencari mangsa.
Buaya muara mampu melompat keluar dari air untuk menyerang mangsanya.
Bahkan bilamana kedalaman air melebihi panjang tubuhnya, buaya muara mampu melompat serta menerkam secara vertikal mencapai ketinggian yang sama dengan panjang tubuhnya. 

Buaya muara menyukai air payau/asin, oleh sebab itu pula bangsa Australia menamakannya saltwater crocodile (buaya air asin). 
Selain terbesar dan terpanjang, buaya muara terkenal juga sebagai jenis buaya terganas di dunia.

Habitat buaya muara di Kabupaten Banyuasin, kebanyakan berada di aliran sungai Banyuasin di Kecamatan Tanjunglago, Banyuasin 3, Tungkal Ilir, Pulaurimau dan Sungsang. 
Untuk Pulau Rimau, aliran Sungai Mukut memang menjadi habitat terbanyak buaya muara, di Kecamatan Banyuasin 3, seperti Desa Terlangu, Sembawa dan Simpang PU, Kecamatan Tanjunglago.

Sejak lima tahun terakhir, di wilayah Banyuasin, sedikitnya 20 orang--tewas maupun selamat--yang telah menjadi keganasan buaya muara. 
Para korban tewas, umumnya ditemukan dalam keadaan jasad yang sudah tidak utuh lagi. 
Seperti, hanya ditemukan badan, kepala atau kaki saja.
Bahkan dalam empat kali kasus warga yang dimakan buaya di Desa Terlangu, Sembawa semuanya sampai saat ini tidak ditemui jasadnya, korban umumnya adalah warga yang mencari ikan dan kayu gelam pada sore hari dan kondisi air sudah mulai pasang.

Legenda Buaya
Daerah Pemulutan, selama ini dikenal sebagai daerah yang dipenuhi legenda buaya. Lambang kecamatan ini pun, buaya. 
Mereka sangat percaya dengan legenda-legenda mengenai buaya.
Sebagian besar warga Pemulutan percaya, nenek moyang mereka adalah buaya. 
Sebab ilmu buaya, misalnya menjadi pawang buaya, banyak dikuasai masyarakat Pemulutan,
Banyak warga Pemulutan yang dapat berubah menjadi buaya jika masuk ke dalam sungai atau rawa.
Di masyarakat Palembang juga ada kisah menarik dari abad ke-16. 
Saat itu raja Palembang bingung bagaimana mengatasi buaya-buaya yang berada di Sungai Musi.
Buaya-buaya itu ganas dan dapat membuat warga terancam nyawanya. 
Lalu, sang raja mendatangkan seorang pawang buaya dari India. 
Dengan janji akan memberikan banyak hadiah, sang raja meminta si pawang menjinakkan buaya-buaya di sungai Musi. 
Buaya-buaya itu pun jinak. 
Si pawang pun menerima banyak hadiah.
Kemudian raja mengajak sang pawang ke daerah pedalaman yang banyak buayanya. 
Kembali pawang itu menaklukkan buaya-buaya menjadi jinak. 
"Coba kau buat buaya-buaya itu kembali menjadi ganas. Aku mau tahu bagaimana kehebatan ilmumu?" kata sang raja.
Pawang yang sudah mabuk pujian itu kemudian membuat buaya-buaya itu menjadi ganas. 
Ayam dan ternak yang dilempar ke sungai dengan cepat dimakan buaya. 
Dan, ketika si pawang lengah, seorang prajurit kerajaan Palembang mendorong pawang ke gerombolan buaya. 
Tak ayal si pawang itu mati dimakan buaya. 
Lokasi terbunuhnya pawang itu diperkirakan di pesisir timur Sumatera Selatan, seperti Pulaurimau, atau di kawasan Pemulutan.
Belum jelas, ada kaitan atau tidak antara warga Pemulutan yang sering menjadi korban dimangsa buaya di wilayah Pulaurimau.

Korban Keganasan Buaya
Buaya memangsa manusia memang bukan baru kali ini. 
Untuk peristiwa di Pulaurimau, Banyuasin, berdasarkan catatan media lokal ternyata sudah terjadi berkali-kali. 
Sejak tahun 2008 lalu saja, sudah lebih dari  lima kali dan korbannya pun cukup banyak.
Korban buaya yang diketahui, Trisnawati (25) yang sedang mandi pada Rabu (5/3/2008). 
Korban selamat berkat perjuangan ibunya yang berada di dekat tempat kejadian. 
Ketika itu, Rohima (40) yang melihat putrinya diterkam buaya di Sungai Batanghari, Desa Mukut, Kecamatan Pulaurimau, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, langsung menolong terjun ke sungai. 
Rohima pun turut terseret dan bergelut dengan buaya ke tengah sungai.  
 Usahanya membuahkan hasil. 
Kaki trisnawati yang terkoyak berhasil dilepaskan.Trisnawati akhirnya selamat, namun kedua kakinya terluka cukup parah. 
Wanita muda ini pun harus menjalani 50 jahitan di Rumah Sakit Umum Banyuasin.

* Putra Rojal (25), Andira, dan Padai tewas setelah diseret buaya saat mandi di aliran Sungai Batang Hari Mukut pada Februari.
* Matsani Saputra (32), warga Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, tewas di sekitar Tanjung Api-api, Kecamatan Tanjung Lago, saat hendak mencari kayu.
Kejadian tersebut tepatnya terjadi pada 14 Juni sekitar pukul 14.00.

Lalu di tahun yang sama, buaya  kembali memangsa manusia di Sungai Lalan, Kecamatan Pualu Rimau, Banyuasin. Tepatnya 12 November 2008.   
Saat itu yang menjadi korban, Sudirman (23), warga Desa Sri Menanti, Kecamatan Tanjung Lago.
Peristiwa yang menewaskan Sudirman terjadi pada Rabu (12/11/2008) sekitar pukul 10.00 WIB. 
Saat itu korban bersama rekannya Bambang, Darwin dan David tengah menambatkan perahunya di Sungai Lalan, Kecamatan Pulau Rimau. 
Secara tiba-tiba muncul seekor buaya sepanjang tujuh meter langsung menerkam korban dan membawanya ke dalam sungai.
Sekitar pukul 22.00 WIB, tubuh korban Sudirman  ditemukan di Sungai Lalan, Kecamatan Pulau Rimau dalam kondisi tak utuh. 
Bagian pinggang ke atas hilang dimangsa buaya., demikian juga kaki sebelah kiri, yang ada hanya kaki sebelah kanan dan paha kiri hingga terputus sampai lutut. 
Bagian tubuh korban ditemukan oleh keluarganya tak jauh dari lokasi kejadian, setelah sebelumnya keluarga korban dibantu petugas Polsek Pulau Rimau menyisir Sungai Lalan.

Korban berikutnya, Rusli (40), warga Karang Agung Ilir Kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin. Peristiwa ini terjadi Senin (8/12/2008) sekitar pukul 18.30 WIB.
Serangan buaya yang di perkirakan mencapai 4 meter tersebut tak merenggut nyawa. 
Nelayan itu mengalami luka di sekujur tubuh akibat serangan binatang yang terkenal buas tersebut.

Informasi yang didapat, sepanjang 2008, reptil raksasa yang bisa mencapai panjang tujuh meter ini sudah memakan sembilan korban, delapan orang di antaranya tewas mengenaskan. 
Bahkan, tujuh korban hingga kini belum ditemukan.
Salah satu korban yang selamat dari keganasan buaya di aliran Sungai Lalan, Kecamatan Pulau Rimau, Juma’in (17), warga Desa Sri Menanti. 
Juma’in selamat lantaran buaya yang menerkam dirinya berlari ke darat. 
Oleh teman-teman dan orangtuanya, kepala buaya tersebut langsung dipukul dan akhirnya buaya tersebut melepaskan Juma’in dan kembali masuk ke dalam sungai

Larinya di darat kenceng lho...
Terakhir, mayat Jumadi (42), yang dinyatakan hilang selama sehari semalam karena diserang buaya saat mancing ikan di Muara Sungai Mukut, Desa Mukut, Kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin, akhirnya ditemukan warga.
Jasadnya ditemukan tak jauh dari lokasi dirinya diserang buaya. 
Namun, jasadnya sudah tak utuh. Sebab, kedua tangan, badan dan kepalanya sudah hilang. 
Keluarga dan warga hanya menemukan tubuh Jumadi dari bagian pinggang ke bawah saja. Dugaannya, buaya yang menyerang Jumadi lebih dari satu ekor.
Takut buaya–buaya tersebut masih berada disekitar lokasi korban ditemukan, petugas terpaksa menembakkan senjata api berulang kali ke dalam sungai. 
Setelah diyakini kondisi sungai aman, barulah petugas bersama warga mengangkat mayat korban ke dalam perahu.

Jumadi tewas diserang buaya, saat memancing di Muara Sungai Mukut bersama dua temannya, Waris dan Tarma. Saat akan menarik tali pancing, kail milik korban tersangkut diakar pepohonan yang ada dalam Sungai Mukut. 
Karena tidak terlalu dalam, korban sempat menceburkan diri untuk memperbaiki kail yang nyangkut. Baru beberapa detik di dalam air, seekor buaya berukuran sekitar 3 meter langsung menerkam tubuh korban. 
Korban sebenarnya sempat memberikan perlawanan dengan memukulkan kayu ke kepala dan badan buaya. 
Demikian pula kedua saksi yang melihat kejadian ini. 
Waris dan Tarma berulang kali melemparkan batu kearah kepala dan tubuh buaya.
Namun beberapa detik kemudian, tubuh korban langsung hilang ditarik buaya muara ke dalam sungai, sebelum akhirnya ditemukan tak utuh.

Groarrrr...!!!
Ketakutan warga Desa Mukut Kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin terhadap amukan buaya liar sepanjang 7 meter dkk di perairan sungai Batanghari nampaknya makin menjadi. 
Cukup sering terjadi , seekor buaya dengan warna kehitaman secara tiba-tiba kembali muncul di permukaan air di wilayah itu.
Kendati tidak berlangsung lama, namun kondisi itu cukup membuat cemas warga, bahkan sejumlah warga yang tengah berada tidak jauh dari pingiran sungai berlarian menjauh, karena kaget dengan deru ombak air asin yang tenang itu, secara tiba-tiba air mengeluarkan gelombang.
Menurut penuturan sejumlah warga, biasanya mandi di tepian sungai Batanghari itu menjadi kebiasaan warga setiap hari, namun semenjak kejadian itu sejumlah warga yang tadinya mandi di sungai, kini nampak tidak lagi. 
Hal itu terlihat di sejumlah tempat pemandian warga nampa kosong sepi dari aktifitas, jauh sebelum kejadian ini terjadi suasana tempat pemandian warga biasa ramai. 
Namun kini tidak lagi, warga lebih memilih mandi di sumur-sumur yang ada.

“Kalau mandi baik pagi ataupun sore kami biasanya mandi di sini, tapi sekarang takut, lantaran ada buayanya,” ujar Rizal warga setempat kepada salah satu wartawan media lokal. 
Menurut Rizal, banyaknya warga yang menjadi korban keganasan buaya itu, cukup membuat warga cemas dan merasa takut terutama ketika akan mandi. 
Sehingga untuk amannya warga lebih memilih mandi di sumur. 
Bukan hanya itu, kecemasan warga nampak menjadi karena munculnya kembali buaya tersebut. “Munculnya buaya itu tak menentu, sehingga membuat warga serba salah, apalagi warga yang selama ini menjadi incaran buaya itu tidak lagi mandi sungai, ditakutkan binatang buas ini masuk ke perkampungan warga,” katanya.

Buaya
Buaya dapat bergerak dengan sangat cepat pada jarak pendek, bahkan juga di luar air. Binatang ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar. 
Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (pounds per square inch; setara dengan 315 kg/cm²) bandingkan dengan kekuatan gigitan anjing rottweiler yang cuma 335 psi, hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800 – 1.000 psi. 

Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. 
Buaya menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu, kemudian menariknya dengan kuat dan tiba-tiba ke air.
Oleh sebab itu otot-otot di sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan amat kuat.
Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar dibuka, serupa dengan gigitan tokek.
Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut buaya amat lemah. Para peneliti buaya cukup melilitkan pita perekat besar (lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan aman.

Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.

Buaya memangsa ikan, burung, mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang lebih kecil.
Reptil ini merupakan pemangsa penyergap; ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu menerkamnya dengan tiba-tiba.
Sebagai hewan yang berdarah dingin, predator ini dapat bertahan cukup lama tanpa makanan, dan jarang benar-benar perlu bergerak untuk memburu mangsanya.
Meskipun nampaknya lamban, buaya merupakan pemangsa puncak di lingkungannya, dan beberapa jenisnya teramati pernah menyerang dan membunuh ikan hiu.

Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat.
Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah dedaunan. 
Induk tersebut kemudian menungguinya dari jarak sekitar 2 meter.
Sempet kesebat buntutnya, pecah ambrol tuh kaca...
Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. 
Buaya terbesar yang pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang tertembak oleh seorang guru sekolah di Australia. 
Sedangkan buaya terbesar yang masih hidup adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa Bhitarkanika, Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The Guinness Book of World Records.
Hap...!
Dua catatan lain yang terpercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua ekor buaya sepanjang 6,2 m. 
Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary, Northern Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang kemudian diukur oleh seorang petugas kehutanan. 
Sedangkan buaya yang kedua dibunuh di Sungai Fly, Papua Nugini. 
Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh dari kulit, yang diukur oleh Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. 
Dan karena ukuran kulit selalu lebih kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya, dipercaya bahwa buaya kedua ini sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika hidup.

Buaya terbesar yang pernah dipelihara di penangkaran adalah seekor blasteran buaya muara dengan buaya Siam yang diberi nama Yai (Th.: ใหญ่, berarti besar) (menetas pada 10 Juni 1972) di Kebun Penangkaran Buaya Samutprakarn yang terkenal di Thailand. 
Binatang melata ini memiliki panjang tubuh hingga 6 m dan berat mencapai 1.114,27 kg.
Hayooo...mau kemana..?
Buaya raksasa peliharaan yang lain adalah seekor buaya muara yang bernama Gomek. Hewan ini ditangkap oleh George Craig di Papua Nugini dan kemudian dijual ke St. Augustine Alligator Farm di Florida, Amerika. 
Buaya ini mati karena penyakit jantung pada Pebruari 1997 dalam usia yang cukup tua. Menurut catatan penangkaran tersebut, ketika mati Gomek memiliki panjang 5,5 m dan mungkin berusia antara 70–80 tahun.

Buaya Bhitarkanika yang terbesar diperkirakan sepanjang 7,62 m. 
Dugaan ini diperoleh para ahli berdasarkan ukuran sebuah tengkorak buaya yang disimpan oleh keluarga Kerajaan Kanika. 
Buaya tersebut kemungkinan ditembak mati di dekat Dhamara sekitar tahun 1926 dan kemudian tengkoraknya diawetkan oleh Raja Kanika ketika itu. 
Dugaan panjang di atas didapat melalui perhitungan, dengan mengingat bahwa panjang tengkorak buaya sekitar sepertujuh panjang total badannya.

Ketakutan terhadap buaya, membuat manusia lupa, bahwa seharusnya mereka hanya takut kepada Allah.
Tidak jarang ada yang panik, lalu menyembelih (kurban) sesuatu baik itu sapi, kambing, maupun ayam di pinggir sungai untuk keselamatan.
Dan tanpa sadar musyrik, sirik. Naudzubillah.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a., ia berkata, "Rasulullah SAW. bersabda, "Terlaknatlah orang yang memaki ayahnya, terlaknatlah orang yang memaki ibunya, terlaknatlah orang yang menyembelih untuk selain Allah, terlaknatlah orang yang mengubah tanda batas tanah, terlaknatlah orang yang membuat orang buta tersesat dari jalan, terlaknatlah orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual)." 
(HR Ahmad [I/217, 309 dan 317], Abu Ya'la [2539], Ibnu Hibban [4417], Thabrani [11546], Hakim [IV/356] dan Baihaqi [VIII/231])
Berdoalah hanya kepada Allah, karena Allah adalah sebaik-baiknya penolong dan sebaik-baiknya pelindung.
Jangan percaya kyai atau ustad sesat yang menyuruh untuk menyembelih seperti itu.
Kalau banyak warga yang beriman kepada Allah, dengan tidak melakukan sirik (musyrik), sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
Siapa aja nanti dikirim-Nya kesitu, .....sekehendak-Nya.(I don't know why, but...I have a feeling that it would be someone that I know...)
So, bagi warga sekitar yang berakal dan sedang takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, berlindunglah kepada Allah.

1 komentar:


  1. Admin numpang promo ya.. :)
    cuma di sini tempat judi online yang aman dan terpecaya di indonesia
    banyak kejutan menanti para temen sekalian
    cuma di sini agent judi online dengan proses cepat kurang dari 2 menit :)
    ayo segera bergabung di fansbetting atau add WA :+855963156245^_^
    F4ns Bett1ng agen judi online aman dan terpercaya
    Jangan ragu, menang berapa pun pasti kami proseskan..
    F4ns Bett1ng

    "JUDI ONLINE|TOGEL ONLINE|TEMBAK IKAN|CASINO|JUDI BOLA|SEMUA LENGKAP HANYA DI : WWw.F4ns Bett1ng.COM

    DAFTAR DAN BERMAIN BERSAMA 1 ID BISA MAIN SEMUA GAMES YUKK>> di add WA : +855963156245^_^

    BalasHapus